
Surabaya, Jawa Timur – Kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dialami Erna Prasetyowati, seorang pensiunan guru asal Surabaya, memasuki babak baru dengan pelaporan resmi ke Polda Jawa Timur. Ikke Septianti (34), warga Magetan, dilaporkan atas dugaan penipuan dan penggelapan setelah mengabaikan dua kali somasi yang dilayangkan oleh kuasa hukum Erna.
Laporan Polisi dan Dasar Hukum
Laporan polisi dengan nomor register LP/B/1717/XI/2025/SPKT/Polda Jawa Timur, tertanggal 30 November 2025, diajukan oleh tim kuasa hukum Erna Prasetyowati, yaitu Dodik Firmansyah, S.H., dan Sukardi, S.H. Dodik Firmansyah menjelaskan bahwa somasi pertama dikirimkan pada 30 Oktober 2025, dan somasi kedua pada 6 November 2025, dengan memberikan batas waktu tujuh hari bagi Ikke Septianti untuk mengembalikan mobil Honda HRV 1.5L SE CVT tahun 2024 dengan nomor polisi L-1329-DBA, yang terdaftar atas nama Putri Ayu Budi Sekarwangi, putri Erna.
Upaya Mediasi yang Gagal
Sebelum menempuh jalur hukum, Erna dan Putri telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Pada 12 Oktober 2025, mereka mendatangi rumah Ikke Septianti, namun tidak berhasil bertemu dengan terlapor. Mereka hanya ditemui oleh ibu dari Ikke setelah menunggu selama empat jam. Janji Ikke untuk menyelesaikan masalah dan mengembalikan mobil paling lambat 29 November 2025 juga tidak ditepati.
Kronologi Dugaan Penipuan dan Penggelapan
Kasus ini bermula pada September 2024, ketika Erna dikenalkan kepada Ikke Septianti oleh seorang bernama Nurul. Ikke menawarkan solusi untuk mengatasi kesulitan keuangan Erna dengan menawarkan pembelian mobil secara kredit. Erna setuju, dan Ikke membantu proses pengajuan pembelian Honda HRV melalui Dealer Honda Bintang Madiun atas nama Putri Ayu Budi Sekarwangi. Setelah pengajuan disetujui, Putri membayar uang muka sebesar Rp 83 juta ke rekening BRI atas nama Ikke Septianti.
Pada 11 Oktober 2024, mobil diserahkan kepada Putri di Surabaya, namun langsung diserahkan kembali kepada Ikke dengan alasan akan membantu membayar angsuran bulanan. Namun, sejak November 2024 hingga Juni 2025, angsuran tetap dibayarkan oleh Putri.
Pada Juli 2025, Ikke mengabarkan bahwa mobil telah digadaikan sebesar Rp 125 juta dan meminta uang tebusan. Erna dan Putri memberikan Rp 50 juta, sementara sisanya dicatat sebagai hutang pribadi Ikke. Setelah mobil ditebus, Ikke tetap menguasainya dengan alasan masih meneruskan angsuran. Namun, angsuran bulan Juli 2025 yang telah dibayarkan oleh Putri tidak disetorkan ke pihak leasing, sehingga menimbulkan tunggakan.
Akibatnya, debt collector mendatangi sekolah tempat Putri bekerja dan rumah Erna, menimbulkan tekanan psikologis. Saat diminta pertanggungjawaban, Ikke justru mengirim pesan bernada ancaman dan intimidasi, bahkan meminta tambahan uang.
Tindakan Hukum dan Bukti
Atas serangkaian tindakan tersebut, kuasa hukum Erna melaporkan Ikke Septianti ke Polda Jawa Timur atas dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP (penipuan) dan/atau Pasal 372 KUHP (penggelapan). Dodik Firmansyah menegaskan bahwa seluruh bukti, termasuk dokumen pendukung dan tangkapan layar percakapan WhatsApp, telah dilampirkan lengkap dalam berkas laporan. Pihaknya berharap Polda Jatim segera menindaklanjuti laporan tersebut demi keadilan bagi kliennya.
Harapan akan Keadilan
Kasus ini diharapkan dapat segera ditangani oleh pihak kepolisian dengan profesional dan transparan. Erna Prasetyowati dan kuasa hukumnya berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
(,red)
