
Surabaya – Beritakabarterkini.com – Suasana di halaman Polsek Bubutan, Surabaya, mendadak memanas pada Sabtu sore (30/8/2025). Ketegangan ini dipicu oleh dugaan tindakan tidak profesional yang dilakukan oleh Kapolsek Bubutan, yang diduga secara paksa merampas ponsel milik seorang jurnalis berinisial YS, yang diketahui menjabat sebagai Pemimpin Redaksi salah satu media lokal.
Insiden tersebut terjadi saat aparat tengah memindahkan sejumlah tersangka kerusuhan ke Polrestabes Surabaya. Belasan jurnalis berada di lokasi untuk meliput peristiwa tersebut sekaligus membantu memastikan proses berjalan lancar. YS tampak berada di garis depan, bahkan turut memberikan arahan kepada beberapa tersangka agar segera masuk ke kendaraan tahanan.
Situasi yang awalnya kondusif berubah tegang ketika Kapolsek Bubutan mendekati YS dengan nada tinggi, menuding jurnalis tersebut tengah merekam percakapan antara aparat dan wartawan lainnya.
“Kapolsek langsung menarik ponsel dari tangan YS sambil berkata, ‘Kamu rekam ya?’,” ungkap salah satu saksi mata di lokasi.
Menanggapi tudingan itu, YS membantah dengan tegas. “Saya tidak merekam, Pak,” ujarnya di hadapan sejumlah jurnalis. Meskipun demikian, Kapolsek tetap memerintahkan anggotanya untuk memeriksa isi ponsel tersebut. Setelah dilakukan pengecekan dan tidak ditemukan adanya rekaman, perangkat akhirnya dikembalikan.
Meskipun ponsel telah dikembalikan, insiden ini memicu reaksi keras dari kalangan jurnalis. Mereka menilai tindakan Kapolsek mencerminkan bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik dan mencederai semangat kebebasan pers.
“Ini jelas bentuk intervensi terhadap tugas wartawan. Kami hadir bukan untuk memprovokasi, melainkan untuk menyampaikan informasi secara akurat kepada publik,” ujar salah satu jurnalis yang berada di lokasi kejadian.
Beberapa awak media mendesak agar institusi kepolisian melakukan evaluasi serius terhadap tindakan oknum tersebut. Menurut mereka, kejadian seperti ini dapat memperburuk citra aparat di mata publik serta merusak kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum dan institusi pers.
Kecaman juga datang dari organisasi profesi jurnalis, yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers dan memberikan perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kolaborasi antara aparat kepolisian dan insan pers sangat krusial, terutama di tengah situasi sensitif pasca-kerusuhan. Tanpa transparansi dan keterbukaan informasi, potensi kesalahpahaman dan munculnya spekulasi di tengah masyarakat akan semakin besar.
Jurnalis berharap insiden serupa tidak terulang kembali dan menegaskan bahwa hak-hak pers harus dihormati sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Kami menginginkan hubungan yang harmonis dengan aparat, namun juga menuntut adanya penghargaan terhadap profesi kami sebagai jurnalis,” tutur seorang wartawan senior di Surabaya.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak Polrestabes Surabaya belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tindakan Kapolsek Bubutan. Namun berbagai pihak mendesak agar insiden ini ditangani secara serius demi menjaga integritas institusi Polri dan menjamin kebebasan pers di Indonesia tetap terjaga. (RED)
